Monday 7th of October 2024

Pakaian Adat Baju Bodo Asal Sulawesi Selatan Jadi Pakaian Adat Tertua di Dunia, Simbol Kecantikan Wanita Bugis

Pakaian Adat Baju Bodo Asal Sulawesi Selatan Jadi Pakaian Adat Tertua di Dunia, Simbol Kecantikan Wanita Bugis

--

Caraharian.com - Indonesia memiliki beragam pakaian tradisional yang mencerminkan budaya lokal, seperti Baju Bodo yang bersejarah. Meski terlihat sederhana, pakaian tradisional dari Sulawesi Selatan ini memiliki makna dan nilai historis yang mendalam.

Baju Bodo memiliki cerita panjang yang mencerminkan tradisi dan warisan budaya nusantara. Baju Bodo merupakan simbol identitas yang penting bagi masyarakat Sulawesi Selatan.

Sejarah Baju Bodo sebagai Identitas Kecantikan Wanita Bugis


Baju Bodo adalah simbol keanggunan dan kecantikan bagi wanita Bugis. Meski desainnya terlihat sederhana, namun pakaian adat ini mampu memancarkan aura keanggunan bagi siapa saja yang memakainya.

Baca juga: Citanduy Culinary Night Kota Banjar, Pilihan Anak Muda Nongkrong Santai di Malam Hari

Baca juga: Dinkes Cimahi Ambil Langkah Cepat Antisipasi Lonjakan Kasus DBD Saat Memasuki Musim Hujan

Sejarah Pakaian Adat Bodo

Baju Bodo Bugis memiliki latar belakang dan filosofi yang kaya, mencerminkan warisan budaya dan sejarah yang unik. Baju Bodo adalah pakaian tradisional Sulawesi Selatan, khususnya yang dikenakan oleh wanita dari suku Makassar, Mandar dan Bugis.

Dalam bahasa Bugis, pakaian ini dikenal dengan sebutan “Waju Tokko” atau “Bodo Gesung”. Baju Bodo tidak hanya menjadi simbol kecantikan, namun juga memiliki makna yang berkaitan dengan status sosial dan usia pemakainya.

Sejarah Baju Bodo adalah salah satu pakaian tradisional tertua di dunia. Baju ini memiliki ciri khas lengan pendek.

Bukti bahwa Baju Bodo merupakan pakaian tradisional tertua terletak pada bahannya yang menggunakan kain muslin. Bahan kain ini terbuat dari tenunan serat kapas yang kemudian dijahit dengan menggunakan kapas.

Produksi dan perdagangan kain muslin pertama kali berada di Bangladesh pada abad ke-9. Meski demikian, kain ini sudah populer di kalangan masyarakat Sulawesi Selatan jauh sebelum masuk ke Eropa pada abad ke-17.

Penggunaan kain muslin sangat ideal untuk daerah tropis, karena memiliki benang yang rapat dan longgar. Dahulu, wanita Bugis mengenakan Baju Bodo dengan cara yang sederhana.

Pakaian tradisional ini dikenakan tanpa menggunakan penutup dada, sehingga lekuk tubuh pemakainya terlihat jelas. Baju Bodo kemudian dipadukan dengan sarung sutra dari pinggang hingga ke tanah.

Desain bawahannya menggunakan sarung yang longgar dengan warna senada. Sarung tersebut terbuat dari benang yang berasal dari berbagai serat, termasuk serat akar anggrek liar dan serat pisang hutan.

Baca juga: Putri Tanjung Ulang Tahun Dapat Hadiah Selusin TTD Hybe Label, Netizen Malah Nyinyir

Baca juga: Calon Bupati Musi Banyuasin Lucianty Tidak Akan Ambil Gaji 100 Persen Jika Terpilih, Bukti Komitmen Kuat Bekerja Untuk Masyarakat

Seiring berjalannya waktu, sejarah Baju Bodo telah berubah sejak masuknya agama Islam ke Sulawesi. Kini, pakaian tradisional ini menggunakan pakaian dalam yang memiliki warna senada dengan bagian luarnya.

Bahkan, sekarang ada variasi Baju Bodo dengan lengan panjang. Dengan demikian, pakaian adat ini tetap terlihat cantik dan sopan saat dipadukan dengan jilbab.

Warna Baju Bodo Mencerminkan Identitas

Salah satu sejarah unik Baju Bodo terletak pada variasi warna yang mencerminkan identitas pemakainya. Setiap warna pada pakaian adat ini memiliki makna tersendiri. Misalnya, warna oranye untuk anak usia 10 tahun, dan warna merah muda untuk anak usia 10 hingga 14 tahun.

Selanjutnya, warna merah menjadi pilihan bagi wanita berusia 17 hingga 25 tahun. Warna tersebut melambangkan wanita yang sudah menikah atau memiliki anak. Sedangkan untuk wanita yang berstatus janda biasanya mengenakan baju Bodo berwarna ungu.

Untuk wanita yang berusia 25 hingga 40 tahun, umumnya mengenakan Baju Bodo berwarna hitam. Kemudian untuk pengasuh, dayang, dan dukun mengenakan baju berwarna putih.

Dalam kepercayaan Bugis, warna hijau identik dengan lambang kemakmuran. Oleh karena itu, pakaian dengan variasi warna ini dikhususkan untuk kaum bangsawan.

Namun, aturan ini mulai berubah. Seiring dengan perkembangan zaman, kaum wanita memiliki kebebasan untuk mengenakan baju bodo sesuai dengan warna yang diinginkan.

Baca juga: Eddy Santana Putra Klaim Unggul Suara 45 Persen di Pilgub Sumsel, Ini Seperti Anugerah Dari Langit

Baca juga: Kronologi Truk Kontainer Tabrak Tiang Listrik di Jalan MP Mangkunegara Palembang, Diduga Sopir Kaget Menghindari Sepeda Motor

Aksesoris Baju Bodo

Baju Bodo identik dengan penggunaan perhiasan yang melimpah. Meski desainnya terkesan sederhana, namun aksesoris yang melengkapinya cukup beragam.

Perhiasan tersebut terdiri dari anting-anting, kalung, dan gelang. Biasanya, perhiasan tersebut terbuat dari emas atau perak. Penggunaan aksesoris ini membuat Baju Bodo terlihat lebih elegan dan memikat.

Baju Bodo biasanya dilengkapi dengan tokeng (kalung susun), karawik (perhiasan di bagian dada dan punggung), sima' taiyak (perhiasan di bagian lengan), ponto lolak, bossak, dan karrok tedong (gelang). Selain itu, ada juga aksesoris bunga sibolok, pa'toddo' (bros), serta bangkarak dan toge (anting-anting).

Sejarah Baju Bodo mencerminkan budaya lokal masyarakat Sulawesi Selatan. Pakaian tradisional ini memiliki beragam aksesoris, serta variasi warna yang mencerminkan identitas pemakainya.

Source:

Update Terbaru

RELATED POST